Sabtu, 09 Maret 2013

Obat Hati Wanita






 alfi arni makhtaf

Wanita, dengan sifat lemah lembut, perasa penuh dengan nuansa emosional, menjadikan wanita begitu mudah hanyut, terpengaruh manakala ia menghadapi terpaan ujian hidup yang mengguncang hatinya.  Kemarahan, kesedihan, ketakutan dan rasa tidak berdaya sering kali menjadikan wanita hanyut dan limbung tanpa arah dan pegangan.  Demikianlah kondisi hati wanita yang jauh dari tuntunan ruh alquran dan sunnah, ia mudah terpedaya fatamorgana dunia, tidak mampu melihat masalah, sumber masalah dan bagaimana menemukan solusinya, tanpa merugikan dirinya atau memperumit masalah yang menimpanya. 
Wanita, dalam kehidupannya bersama keluarga, suami anak dan lingkungan sosialnya akan senantiasa berhadapan dengan benturan kepentingan yang berbeda, yang akan mempengaruhi sifat kewanitaannya yang perasa.  Tidak jarang wanita lebih menempuh jalan yang sulit dan mengorbankan kenyamanan dan kemuliaannya demi apa yang di inginkan dan di cintainya. Cintanya sebagai seorang ibu dan istri, serta cemburunya membuat seorang wanita terpuruk dalam kesedihan mendalam,  ketakutan dan tak urung mengekspresikannya dengan lepas dan berlebihan, atau diam seribu bahasa meski hati dan tubuhnya telah berubah seperti daun kering yang siap jatuh putus asa.
Benarkah ujian kesempitan hati yang di alami seorang wanita disebabkan ia lemah, ia dalam kuasa suami dan cintanya seorang ibu, benarkah wanita menderita karena islam menempatkan suami dan wali sebagai penguasa baginya?, atau karena ruang gerak wanita di batasi sebatas kewajiban utamanya sebagai ibu rumah tangga?, karena warist bagi wanita lebih sedikit dibanding pria, atau karena talak dan nikah di tangan suami dan walinya, atau benarkah Allah yang menentukan kada dan kadar manusia menjadikan wanita menjadi makhluk pasip yang tidak berdaya?, siap di timpakan ujian yang membuatnya bagaikan kayu yang terbawa arus sungai, arus kehidupan dan lengkap sudah stigma wanita adalah makhluk yang lemah. Benarkah demikian?.
Dalam alquran kedudukan wanita berada setara dengan pria, yang membedakannya adalah amal dan takwa.
Dan barangsiapa yang mengerjakan amal kebajikan, baik laki-laki maupun wanita sedang ia  beriman, maka mereka itu akan masuk ke dalam surga dan mereka tidak dizalimi sedikitpun.(QS.4: 124)
 Allah memberi peringatan bagi hambaNya apakah kalian akan menyatakan beriman, padahal belum nyata siapa di antara keduanya yang paling bertakwa?,belum di turunkan kepada keduanya ujian yang menggoncangkan jiwa, sehingga orang-orang beriman sekelas para nabi dan rasulpun manakala di timpakan ujian kepada mereka, mereka berkata “bilakah pertolongan Allah itu akan datang?,” pertanyaan tersebut sebagai gambaran betapa berat guncangan jiwa yang mereka hadapi disebabkan ujian yang sedang menimpa.  Dan Allah menjawab sesungguhnya pertolongan Allah itu sangat dekat.  Demikian isyarat ujian hati yang pasti akan di timpakan pada semua hamba Allah, termasuk wanita yang mengemban tugas utama adalah sebagai ibu yang mendidik anak-anaknya dan sebagai istri yang mendampingi dan memelihara harta suaminya.
Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad diantara kamu, dan belum nyata orang-orang yang bersabar.(QS.Ali ‘Imran: 142)
Bagaimanakah alquran menuntun seorang muslim untuk menghadapi semua problematika kehidupan?, Banyak di kisahkan figur-figur dahsyat wanita suci dalam alquran, yang di guncang kesedihan dan ketakutan.  Aisyah istri nabi muhammad saw kekasih Allah, aisyiah seorang istri firaun, siti maryam wanita suci yang melahirkan rasul pilihan isa as, ratu balqis yang tunduk dan beriman atas seruan nabi Allah yaitu nabi sulaiman as.  Semua memberikan pelajaran bagi wanita muslim tentang perjuangan mempertahankan keimanan dan ketakwaan serta martabatnya sebagai wanita, mereka semua di tengah ujian hati yang mengasah kemarahan, kesedihan, ketakutan berhadapan dengan sifat lembut, cinta dan keibuan seorang wanita.  Maka di bawah tuntunan perlindungan alquran, wanita sebenarnya di beri jaminan akan terjaganya kemulian dirinya, hingga apa bila ia mempertuhankan semua yang ia cintai dan memperturutkan hawa nafsunya kemudian melepaskan diri dari tuntunan dan perlindungan alquran, maka terlepaslah ia dari jaminan kemuliaannya.

Ketika hati di uji
Ujian tidak harus berarti perkara yang memayahkan hati dan raga, ujian yang kerapkali banyak mengalahkan hati yang berpenyakit, justru kesehatan, harta yang mudah, cinta kasih hingga segala kelapangan yang begitu mudah didapat.  Namun ketika ujian kesempitan hati yang memayahkan itu terjadi, seorang wanita muslim segara memautkan hatinya kepada tuntunan Allah, pemilik cahaya di atas cahaya, Dia yang senantiasa berada diantara hamba dan hatinya, yang mengetahui apa yang paling tersembunyi dalam hati yaitu sesuatu yang bahkan tidak di sadari oleh pemiliknya yaitu alam bawah sadarnya.  Maka ketika tiba saatnya hati di uji, berikutlah seharusnya seorang wanita muslimah memagari hatinya jika uian itu berupa kesempitan hati:

·         Mengucapkan innalillahi wainna ilaihi rajiuun
Sungguh indah hati seorang mukmin apa bila datang suatu perkara yang memayahkan hatinya ia kembalikan kepada Allah dengan ketawakalan penuh rasa syukur, berharap akan pertolongan Allah, dan menghadapi dengan keikhlasan dan keberanian hati.  Kesadaran bahwa segala sesuatu berada dalam kuasa Allah, bahwa ia hamba yang di batasi oleh harapan dan ikhtiarnya semata, keyakinan bahwa Allah Maha adil dan mustahil berbuat aniaya dalam kuasaNya menjadikan hati yang di liputi duka mendalam, takut yang mencekik dan kemarahan yang melemahkan akal, segera menghadap pada Sang pemilik kuasa dengan kerendahan hati, hingga musibah yang menimpa dipandangnya sebagai kewajaran kehidupan yang memang sudah saatnya ia terima sebagai asahan bagi jiwanya,  dan sungguh hati yang menghadap dan sujud itu malah menerima ujian tersebut umpama hidangan yang siap ia nikmati. 

·         Istigfar
Dari Ibnu Masud Rasulullah bersabda: barang siapa mengucapkan Istigfar, maka diampunilah dosanya sekalipun ia seorang pelarian perang sabi.(HR. Abu Daud-Turmizi-Al-Hakim)
Dalam hati yang tidak berdaya, seorang wanita ketika menghadapi ujian kesempitan yang datang sekonyong-konyong seperti hembusan angin atau hujan deras yang tiba-tiba turun, ia gerakan lisannya dengan penuh kesadaran akan keterbatasan dan kekhilafan diri yang di iringi dengan kalimat istigfar “astagfirullahal’adziim,” dzikir yang tidak hanya sebatas kalimat yang bergelayut diujung lidah, namun ia resapkan kedalam hati dan akalnya, ia bawa dirinya pada kesadaran akan dosa dan pelanggaran yang mungkin saja sengaja atau tidak sengaja telah ia untai dalam ucap dan sikap, ia arahkan jiwanya kepada mengingat Allah dan memohon ampunannya tanpa hanyut terus menerus dalam penyesalan, hatinya menerima dengan ikhlas bahwa dirinya adalah manusia yang sewajarnya akan bertemu dengan kesalahan dan dosa yang harus diperbaikinya.
·         Taubat dan intropeksi diri
Dan barang siapa bertobat dan mengerjakan kebajikan , maka sesungguhnya ia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya. (QS.al ankabut 25: 71)
Demikian itu disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan sesungguhnya Allah tidak menzalimi hamba-hambaNya.(QS.Ali ‘Imran 3: 182)
Allah mustahil berbuat aniaya terhadap hamba-hambanya, semua kesempitan atau masalah hidup di dahului oleh kesalahan dan dosa yang di lakukan.  Hati wanita yang perasa yang seringkali di lemahkan oleh cinta dan cemburunya tidak jarang membawanya dalam perbuatan yang melampaui batas hingga merugikan dirinya bahkan orang lain.  Kalaulah masalah itu didatangkan oleh sebab prilaku orang lain, tetaplah seorang muslimah tidak menghindarkan dirinya pada tekad untuk semakin memperbaiki dirinya, karena tidak semata seseorang berbuat salah kepadanya melainkan karena keberaadaannya  juga yang boleh jadi memberi peluang yang mendorong orang lain berkesempatan atau berkeinginan berbuat kesalahan kepadanya.  Maka pencarian dan kesadaran diri untuk menilai dan mengukur letak kekuarangan dan kesalahan diri sendiri, kemudian menegakkan tekad untuk memperbaikinya dan meneguhkan hati untuk tidak
mengulangi kesalahan atau sekurang-kurangnya bersikap ceroboh, maka ketika tekad taubatan nasuha dan intropeksi diri itu di lakukan, seketika itu seorang wanita mu’min tengan mempersiapkan dirinya untuk berguru pada takdir dan mengambil hikmah sebanyak-banyaknya yang akan memperkaya dirinya.

·         Menata hati dan sikap
Maka berkat Rahmat Allah engkah (Muhammad)berlaku lemah llembut terhadap mereka. Sekiranya engkay bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu.  Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.  Kemudian apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah, sungguh Allah mencintai orang-orang yang bertawakal.(QS.Ali Imran 3: 159)
Seruan suami dan lelaki pilihan langit itu, mengisyaratkan bahwa sewajarnya sikap seorang wanita adalah lemah lembut, tabayun, berlahan atau tidak terburu-buru, tidak hanya merupakan sifat seorang mu’min namun harus menjadi karakter seorang wanita dalam menghadapi dan berkomunikasi dengan siapapun.  Meski ia di lamun kemarahan dan berhadapan dengan hati yang ingin segera keluar dari tekanan yang begitu terasa membelenggu jiwa, namun tekad taubatan nasuha dan kehendak untuk tawakal pada kasih sayang Allah mendorongnya untuk berpegang teguh pada tuntunan,  mencari solusi bukan hanyut dalam emosi. 
Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh.(QS.Al A’raf: 199)
Manakala ia tengah memfokuskan pada harapannya, jika ia berhubungan dengan orang lain ia tetap mengusahakan dirinya untuk empati dan mempermudah, fokus pada sebab atau apa tujuan rekan bicara bukan perkataan emosinya, siap memaafkan.  Hingga ia tidak melulu mencari kemenangan dan keselamatan dirinya namun tetap peduli pada orang lain, sekalipun mereka menjadi sabab musabab permasalahannya.  Dan manakala ia sibuk merancang dan mengikhtiarkan tujuan dari penyelesaian masalahnya, ia mengarahkan hatinya untuk kesediaan menerima hasil apa adanya meski tidak sesuai dengan harapannya, sehingga ia senantiasa mempersipakan dirinya bagi alternatif penyelesaian masalah, tidak berputus asa dari rahmat Allah dan selalu berfikir positif membangun harapan dan ikhtiar.

·         Silaturahmi
Sialaturahmi bukan berarti untuk membuka aib, atau sekedar berkeluh kesah.  Namun membuka jalan bagi saling menasehati kepada kesabaran dan meneguhkan kepada kebenaran.  Mendengarkan dari orang yang empati dan dapat di percaya, akan menambah rasa tentram di hati dan membantu untuk melihat suatu permasalahan dari sudut pandang yang lebih objektif karena orang lain melihat masalah kita dengan utuh tanpa di pengaruhi oleh situasi emosi yaitu kesedihan, marah atau rasa takut.  Mendengarkan nasehat bukan berarti kita bersikap taklid atau langsung menerima begitu saja, namun tetap mengedepankan sikap kritis, menimbang apakah saran yang di berikan dapat di ikuti tanpa menimbulkan masalah baru. Terlepas dari pentingnya saling menasehati, namun sebaik-baik nasehat adalah hati nurani, hati yang senantiasa di bersihkan dengan istigfar, membawa kepada mengingat Allah, berkehendak kepada kesabaran dan ketaatan, maka janji Allah akan menurunkan petunjuk kedalam hatinya.
·         Memperbanyak Sujud
Dalam keadaan hati yang di guncangkan kesedihan dan ketakutan, raihlah pertolongan Allah dan ketentraman hati dengan sabar dan shalat.  Hati yang sabar adalah hati yang intropeksi pada kesalahan dan kekurangan diri, yang ikhlas menerima apa yang tidak dapat di ubahnya, yang berfikir positif untuk mencari solusi dari masalah yang di hadapi.  Dan hati yang sabar adalah hati yang sering di bawa kepada sujud, ia merendahkan dirinya kepada Allah yang Maha kuasa akan segala suatu yang di kuasakan kepada makhluknya, kepada Allah yang Maha memelihara segala urusan makhlukNya, yang Maha adil dalam menetapkan qada dan kadarNya bagi hamba. Hati yang mengimani semua itu akan menghadapi masalahnya dengan hati yang tentram, maka hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram dalam naungan sabar dan shalat.

·         Takwa dan Tawakal
Dan bertawakallah kepada Allah dan cukuplah Allah sebagai pemelihara. (QS. Al ahzab 33: 3)
Wahai orang yang beriman bertakwalah kamu kepada Allah...(QS. Al ahzab 33: 70)
Sifat manusia senantiasa tergesa-gesa dalam segala urusan, dan di jadikan manusia itu sangat mudah berkeluh kesah, hingga apa yang di derita hati dan fisiknya melebih dari beban masalah itu sendiri, karena hati di  liputi oleh nafsu yang dihanyutkan oleh rasa yang menganggap diri tidak layak mendapat masalah tersebut atau sekurang-kurangnya ingin segera terlepas dari belenggu yang menghimpit hati.  Keadaan ini akan menjebak seorang wanita untuk tergoda apa yang syetan menjadikan indah dalam pandangan mata dan rasa hati.  Namun seorang wanita yang menghadapkan hatinya kepada Allah, menjadi kan hidupnya cukup pada satu tujuan utama yaitu keridhaan Allah, maka manakala jiwa mulai limbung oleh keletihan, ia tetap teguh dan khusuk memperhatikan apa yang di benci Allah,  marahnya marah yang terhindar dari sumpah serapah, caci maki dan perbuatan tidak adil, sedihnya bukan menariknya pada putus asa namun menumbuhkan kehendak di hatinya untuk berharap pada Rahmat Allah.  Takwa berpegang teguh pada tuntunan alquran dan sunnah dan kehendak untuk tawakal menyerahkan segala ketidak berdayaan pada keadilan dan perlindungan Allah semata.

·         Ilmu
Barang siapa menempuh suatu jalan demi menimba ilmu pengetahuan agama, pasti Allah membuat mudah baginya jalan menuu sorga. (HR.Muslim)
Allah menciptakan segala sesuatu berpasangan, tidak hanya dua perkara yang memiliki sifat berbeda atau saling melengkapi, namun perkara yang bertolak belakang tetapi menciptakan keseimbangan.  Begitu juga dengan ujian kesempitan, tidaklah Allah menurunkan suatu penyakit melainkan disertai obatnya, dan tidak pula ujian itu diturunkan melainkan bersama jalan keluarnya.  Namun pintu pertolongan itu bukanlah semacam lampu aladin atau pintu yang akan terbuka dengan jampi-jampi, namun jalan keluar yang memerlukan ilmu untuk menemukan solusinya, ilmu untuk memahami kenapa suatu perkara itu terjadi, ilmu untuk menemukan apa yang haus di lakukan agar masalah itu dapat di selesaikan tanpa menimbulkan masalah baru.  Maka ilmu itu bisa di peroleh dari bertanya, membaca buku, mentafakuri tuntunan alquran dan sunnah, atau mengamati apa yang teradi di sekitar atau yang di alami oleh orang lain  untuk di ambil hikmahnya. 

·         Kebajikan
Allah memperingatkan bahwasannya seorang hamba tidak akan memperoleh suatu kebaikan atau pertolongan, sampai ia memberikan atau melakukan kebaikan bagi orang lain.  Iman dan kebajikan merupakan dua mata rantai yang saling berkaitan keduanya saling melengkapi dan meneguhkan kualitasnya.  Maka kebajikan itu bukanlah berarti mengurangi karena di berikan kepada orang lain, bahkan kebajikan itu menambahkan dan melengkapi apa yang di peroleh.  Seorang hamba yang banyak berbuat kebajikan maka tentramlah hatinya, karena kebanyakan orang lain disekitarnya merasa rido akan keberadaan dirinya, hingga manakala ia tengah di lamun oleh duka cita, ia adalah orang yang tidak di biarkan sendiri oleh orang-orang di sekitarnya.  Maka kebajikannya yang di lakukan bagi orang lain dengan ikhlas, menambahkan kebaikan yang ada dan mengurangi kelemahan yang ada pada dirinya.
            Demikianlah tuntunan nilai-nilai qurani yang menjadi cahaya hati dan obat bagi penyakitnya.  Ujian baik berupa kelapangan maupun kesempitan adalah keniscayaan, melalui ujian setiap diri dibawa pada mengenali sifat kehidupan dan menjadi awal bagi perbaikan diri. Membedakan antara seseorang yang bertakwa atau yang enggan mengikuti petunjuk.
            Wanita dengan segala sifat halusnya, tetaplah mengemban tugas yang menjadi awal mula tegaknya agama, wanita ketika menjadi seorang ibu, adalah madrasah kehidupan yang pertama bagi anak-anaknya, maka menjadi wajiblah bagi seorang wanita untuk menjaga kemuliaannya dan senantiasa memperbaiki dirinya.  Alquran dan sunnah, merupakan cahaya dan perlindungan bagi wanita, cahaya hati dan perlindungan bagi kehormatannya dan kehalusan sifatnya. Meninggalkan kedua tuntunan tersebut, berarti melepaskan perlindungan bagi kemuliannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar