alfi arni makhtaf
Wanita, dengan sifat lemah lembut, perasa penuh dengan nuansa emosional, menjadikan wanita begitu mudah hanyut, terpengaruh manakala ia menghadapi terpaan ujian hidup yang mengguncang hatinya. Kemarahan, kesedihan, ketakutan dan rasa tidak berdaya sering kali menjadikan wanita hanyut dan limbung tanpa arah dan pegangan. Demikianlah kondisi hati wanita yang jauh dari tuntunan ruh alquran dan sunnah, ia mudah terpedaya fatamorgana dunia, tidak mampu melihat masalah, sumber masalah dan bagaimana menemukan solusinya, tanpa merugikan dirinya atau memperumit masalah yang menimpanya.
Wanita, dalam kehidupannya bersama keluarga, suami anak
dan lingkungan sosialnya akan senantiasa berhadapan dengan benturan kepentingan
yang berbeda, yang akan mempengaruhi sifat kewanitaannya yang perasa. Tidak jarang wanita lebih menempuh jalan yang
sulit dan mengorbankan kenyamanan dan kemuliaannya demi apa yang di inginkan dan
di cintainya. Cintanya sebagai seorang ibu dan istri, serta cemburunya membuat
seorang wanita terpuruk dalam kesedihan mendalam, ketakutan dan tak urung mengekspresikannya
dengan lepas dan berlebihan, atau diam seribu bahasa meski hati dan tubuhnya
telah berubah seperti daun kering yang siap jatuh putus asa.
Benarkah ujian kesempitan hati yang di alami seorang
wanita disebabkan ia lemah, ia dalam kuasa suami dan cintanya seorang ibu,
benarkah wanita menderita karena islam menempatkan suami dan wali sebagai
penguasa baginya?, atau karena ruang gerak wanita di batasi sebatas kewajiban
utamanya sebagai ibu rumah tangga?, karena warist bagi wanita lebih sedikit dibanding
pria, atau karena talak dan nikah di tangan suami dan walinya, atau benarkah
Allah yang menentukan kada dan kadar manusia menjadikan wanita menjadi makhluk
pasip yang tidak berdaya?, siap di timpakan ujian yang membuatnya bagaikan kayu
yang terbawa arus sungai, arus kehidupan dan lengkap sudah stigma wanita adalah
makhluk yang lemah. Benarkah demikian?.
Dalam alquran kedudukan wanita berada setara dengan pria,
yang membedakannya adalah amal dan takwa.
Dan barangsiapa yang mengerjakan amal kebajikan, baik laki-laki maupun
wanita sedang ia beriman, maka mereka
itu akan masuk ke dalam surga dan mereka tidak dizalimi sedikitpun.(QS.4: 124)
Allah memberi
peringatan bagi hambaNya apakah kalian akan menyatakan beriman, padahal belum
nyata siapa di antara keduanya yang paling bertakwa?,belum di turunkan kepada
keduanya ujian yang menggoncangkan jiwa, sehingga orang-orang beriman sekelas
para nabi dan rasulpun manakala di timpakan ujian kepada mereka, mereka berkata
“bilakah pertolongan Allah itu akan datang?,” pertanyaan tersebut sebagai
gambaran betapa berat guncangan jiwa yang mereka hadapi disebabkan ujian yang
sedang menimpa. Dan Allah menjawab
sesungguhnya pertolongan Allah itu sangat dekat. Demikian isyarat ujian hati yang pasti akan
di timpakan pada semua hamba Allah, termasuk wanita yang mengemban tugas utama
adalah sebagai ibu yang mendidik anak-anaknya dan sebagai istri yang mendampingi
dan memelihara harta suaminya.
Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal
belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad diantara kamu, dan belum nyata
orang-orang yang bersabar.(QS.Ali ‘Imran: 142)
Bagaimanakah alquran menuntun seorang muslim untuk
menghadapi semua problematika kehidupan?, Banyak di kisahkan figur-figur
dahsyat wanita suci dalam alquran, yang di guncang kesedihan dan
ketakutan. Aisyah istri nabi muhammad
saw kekasih Allah, aisyiah seorang istri firaun, siti maryam wanita suci yang
melahirkan rasul pilihan isa as, ratu balqis yang tunduk dan beriman atas
seruan nabi Allah yaitu nabi sulaiman as.
Semua memberikan pelajaran bagi wanita muslim tentang perjuangan
mempertahankan keimanan dan ketakwaan serta martabatnya sebagai wanita, mereka
semua di tengah ujian hati yang mengasah kemarahan, kesedihan, ketakutan
berhadapan dengan sifat lembut, cinta dan keibuan seorang wanita. Maka di bawah tuntunan perlindungan alquran,
wanita sebenarnya di beri jaminan akan terjaganya kemulian dirinya, hingga apa
bila ia mempertuhankan semua yang ia cintai dan memperturutkan hawa nafsunya
kemudian melepaskan diri dari tuntunan dan perlindungan alquran, maka
terlepaslah ia dari jaminan kemuliaannya.
Ketika hati di uji
Ujian tidak harus berarti perkara yang memayahkan hati
dan raga, ujian yang kerapkali banyak mengalahkan hati yang berpenyakit, justru
kesehatan, harta yang mudah, cinta kasih hingga segala kelapangan yang begitu
mudah didapat. Namun ketika ujian kesempitan
hati yang memayahkan itu terjadi, seorang wanita muslim segara memautkan
hatinya kepada tuntunan Allah, pemilik cahaya di atas cahaya, Dia yang
senantiasa berada diantara hamba dan hatinya, yang mengetahui apa yang paling
tersembunyi dalam hati yaitu sesuatu yang bahkan tidak di sadari oleh
pemiliknya yaitu alam bawah sadarnya.
Maka ketika tiba saatnya hati di uji, berikutlah seharusnya seorang
wanita muslimah memagari hatinya jika uian itu berupa kesempitan hati:
·
Mengucapkan innalillahi wainna ilaihi rajiuun
Sungguh indah hati seorang mukmin apa bila
datang suatu perkara yang memayahkan hatinya ia kembalikan kepada Allah dengan
ketawakalan penuh rasa syukur, berharap akan pertolongan Allah, dan menghadapi
dengan keikhlasan dan keberanian hati.
Kesadaran bahwa segala sesuatu berada dalam kuasa Allah, bahwa ia hamba
yang di batasi oleh harapan dan ikhtiarnya semata, keyakinan bahwa Allah Maha
adil dan mustahil berbuat aniaya dalam kuasaNya menjadikan hati yang di liputi
duka mendalam, takut yang mencekik dan kemarahan yang melemahkan akal, segera
menghadap pada Sang pemilik kuasa dengan kerendahan hati, hingga musibah yang
menimpa dipandangnya sebagai kewajaran kehidupan yang memang sudah saatnya ia
terima sebagai asahan bagi jiwanya, dan
sungguh hati yang menghadap dan sujud itu malah menerima ujian tersebut umpama
hidangan yang siap ia nikmati.
·
Istigfar
Dari Ibnu Masud
Rasulullah bersabda: barang siapa mengucapkan Istigfar, maka diampunilah
dosanya sekalipun ia seorang pelarian perang sabi.(HR. Abu Daud-Turmizi-Al-Hakim)
Dalam hati yang tidak berdaya, seorang wanita
ketika menghadapi ujian kesempitan yang datang sekonyong-konyong seperti
hembusan angin atau hujan deras yang tiba-tiba turun, ia gerakan lisannya
dengan penuh kesadaran akan keterbatasan dan kekhilafan diri yang di iringi
dengan kalimat istigfar “astagfirullahal’adziim,” dzikir yang tidak
hanya sebatas kalimat yang bergelayut diujung lidah, namun ia resapkan kedalam
hati dan akalnya, ia bawa dirinya pada kesadaran akan dosa dan pelanggaran yang
mungkin saja sengaja atau tidak sengaja telah ia untai dalam ucap dan sikap, ia
arahkan jiwanya kepada mengingat Allah dan memohon ampunannya tanpa hanyut
terus menerus dalam penyesalan, hatinya menerima dengan ikhlas bahwa dirinya
adalah manusia yang sewajarnya akan bertemu dengan kesalahan dan dosa yang
harus diperbaikinya.
·
Taubat dan intropeksi diri
Dan barang
siapa bertobat dan mengerjakan kebajikan , maka sesungguhnya ia bertaubat
kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya. (QS.al ankabut 25: 71)
Demikian itu
disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan sesungguhnya Allah tidak
menzalimi hamba-hambaNya.(QS.Ali ‘Imran 3: 182)
Allah mustahil berbuat aniaya terhadap
hamba-hambanya, semua kesempitan atau masalah hidup di dahului oleh kesalahan
dan dosa yang di lakukan. Hati wanita
yang perasa yang seringkali di lemahkan oleh cinta dan cemburunya tidak jarang
membawanya dalam perbuatan yang melampaui batas hingga merugikan dirinya bahkan
orang lain. Kalaulah masalah itu
didatangkan oleh sebab prilaku orang lain, tetaplah seorang muslimah tidak
menghindarkan dirinya pada tekad untuk semakin memperbaiki dirinya, karena
tidak semata seseorang berbuat salah kepadanya melainkan karena
keberaadaannya juga yang boleh jadi
memberi peluang yang mendorong orang lain berkesempatan atau berkeinginan
berbuat kesalahan kepadanya. Maka
pencarian dan kesadaran diri untuk menilai dan mengukur letak kekuarangan dan
kesalahan diri sendiri, kemudian menegakkan tekad untuk memperbaikinya dan
meneguhkan hati untuk tidak
mengulangi kesalahan atau sekurang-kurangnya
bersikap ceroboh, maka ketika tekad taubatan nasuha dan intropeksi diri itu di lakukan,
seketika itu seorang wanita mu’min tengan mempersiapkan dirinya untuk berguru
pada takdir dan mengambil hikmah sebanyak-banyaknya yang akan memperkaya
dirinya.
·
Menata hati dan sikap
Maka berkat
Rahmat Allah engkah (Muhammad)berlaku lemah llembut terhadap mereka. Sekiranya
engkay bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka
dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam
urusan itu. Kemudian apabila engkau
telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah, sungguh Allah
mencintai orang-orang yang bertawakal.(QS.Ali Imran 3: 159)
Seruan suami dan lelaki pilihan langit itu,
mengisyaratkan bahwa sewajarnya sikap seorang wanita adalah lemah lembut,
tabayun, berlahan atau tidak terburu-buru, tidak hanya merupakan sifat seorang
mu’min namun harus menjadi karakter seorang wanita dalam menghadapi dan
berkomunikasi dengan siapapun. Meski ia
di lamun kemarahan dan berhadapan dengan hati yang ingin segera keluar dari
tekanan yang begitu terasa membelenggu jiwa, namun tekad taubatan nasuha dan
kehendak untuk tawakal pada kasih sayang Allah mendorongnya untuk berpegang
teguh pada tuntunan, mencari solusi
bukan hanyut dalam emosi.
Jadilah pemaaf
dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang
yang bodoh.(QS.Al A’raf: 199)
Manakala ia tengah memfokuskan pada
harapannya, jika ia berhubungan dengan orang lain ia tetap mengusahakan dirinya
untuk empati dan mempermudah, fokus pada sebab atau apa tujuan rekan bicara
bukan perkataan emosinya, siap memaafkan.
Hingga ia tidak melulu mencari kemenangan dan keselamatan dirinya namun
tetap peduli pada orang lain, sekalipun mereka menjadi sabab musabab
permasalahannya. Dan manakala ia sibuk
merancang dan mengikhtiarkan tujuan dari penyelesaian masalahnya, ia
mengarahkan hatinya untuk kesediaan menerima hasil apa adanya meski tidak
sesuai dengan harapannya, sehingga ia senantiasa mempersipakan dirinya bagi
alternatif penyelesaian masalah, tidak berputus asa dari rahmat Allah dan
selalu berfikir positif membangun harapan dan ikhtiar.
·
Silaturahmi
Sialaturahmi bukan berarti untuk membuka aib,
atau sekedar berkeluh kesah. Namun
membuka jalan bagi saling menasehati kepada kesabaran dan meneguhkan kepada
kebenaran. Mendengarkan dari orang yang
empati dan dapat di percaya, akan menambah rasa tentram di hati dan membantu
untuk melihat suatu permasalahan dari sudut pandang yang lebih objektif karena
orang lain melihat masalah kita dengan utuh tanpa di pengaruhi oleh situasi
emosi yaitu kesedihan, marah atau rasa takut.
Mendengarkan nasehat bukan berarti kita bersikap taklid atau langsung
menerima begitu saja, namun tetap mengedepankan sikap kritis, menimbang apakah
saran yang di berikan dapat di ikuti tanpa menimbulkan masalah baru. Terlepas
dari pentingnya saling menasehati, namun sebaik-baik nasehat adalah hati
nurani, hati yang senantiasa di bersihkan dengan istigfar, membawa kepada
mengingat Allah, berkehendak kepada kesabaran dan ketaatan, maka janji Allah
akan menurunkan petunjuk kedalam hatinya.
·
Memperbanyak Sujud
Dalam keadaan hati yang di guncangkan
kesedihan dan ketakutan, raihlah pertolongan Allah dan ketentraman hati dengan
sabar dan shalat. Hati yang sabar adalah
hati yang intropeksi pada kesalahan dan kekurangan diri, yang ikhlas menerima
apa yang tidak dapat di ubahnya, yang berfikir positif untuk mencari solusi
dari masalah yang di hadapi. Dan hati
yang sabar adalah hati yang sering di bawa kepada sujud, ia merendahkan dirinya
kepada Allah yang Maha kuasa akan segala suatu yang di kuasakan kepada
makhluknya, kepada Allah yang Maha memelihara segala urusan makhlukNya, yang
Maha adil dalam menetapkan qada dan kadarNya bagi hamba. Hati yang mengimani
semua itu akan menghadapi masalahnya dengan hati yang tentram, maka hanya
dengan mengingat Allah hati menjadi tentram dalam naungan sabar dan shalat.
·
Takwa dan Tawakal
Dan
bertawakallah kepada Allah dan cukuplah Allah sebagai pemelihara. (QS. Al ahzab
33: 3)
Wahai orang
yang beriman bertakwalah kamu kepada Allah...(QS. Al ahzab 33: 70)
Sifat manusia senantiasa tergesa-gesa dalam segala
urusan, dan di jadikan manusia itu sangat mudah berkeluh kesah, hingga apa yang
di derita hati dan fisiknya melebih dari beban masalah itu sendiri, karena hati
di liputi oleh nafsu yang dihanyutkan
oleh rasa yang menganggap diri tidak layak mendapat masalah tersebut atau
sekurang-kurangnya ingin segera terlepas dari belenggu yang menghimpit
hati. Keadaan ini akan menjebak seorang
wanita untuk tergoda apa yang syetan menjadikan indah dalam pandangan mata dan
rasa hati. Namun seorang wanita yang menghadapkan
hatinya kepada Allah, menjadi kan hidupnya cukup pada satu tujuan utama yaitu
keridhaan Allah, maka manakala jiwa mulai limbung oleh keletihan, ia tetap
teguh dan khusuk memperhatikan apa yang di benci Allah, marahnya marah yang terhindar dari sumpah
serapah, caci maki dan perbuatan tidak adil, sedihnya bukan menariknya pada
putus asa namun menumbuhkan kehendak di hatinya untuk berharap pada Rahmat
Allah. Takwa berpegang teguh pada
tuntunan alquran dan sunnah dan kehendak untuk tawakal menyerahkan segala
ketidak berdayaan pada keadilan dan perlindungan Allah semata.
·
Ilmu
Barang siapa
menempuh suatu jalan demi menimba ilmu pengetahuan agama, pasti Allah membuat
mudah baginya jalan menuu sorga. (HR.Muslim)
Allah menciptakan segala sesuatu berpasangan,
tidak hanya dua perkara yang memiliki sifat berbeda atau saling melengkapi,
namun perkara yang bertolak belakang tetapi menciptakan keseimbangan. Begitu juga dengan ujian kesempitan, tidaklah
Allah menurunkan suatu penyakit melainkan disertai obatnya, dan tidak pula ujian
itu diturunkan melainkan bersama jalan keluarnya. Namun pintu pertolongan itu bukanlah semacam
lampu aladin atau pintu yang akan terbuka dengan jampi-jampi, namun jalan
keluar yang memerlukan ilmu untuk menemukan solusinya, ilmu untuk memahami
kenapa suatu perkara itu terjadi, ilmu untuk menemukan apa yang haus di lakukan
agar masalah itu dapat di selesaikan tanpa menimbulkan masalah baru. Maka ilmu itu bisa di peroleh dari bertanya,
membaca buku, mentafakuri tuntunan alquran dan sunnah, atau mengamati apa yang
teradi di sekitar atau yang di alami oleh orang lain untuk di ambil hikmahnya.
·
Kebajikan
Allah memperingatkan bahwasannya seorang hamba
tidak akan memperoleh suatu kebaikan atau pertolongan, sampai ia memberikan
atau melakukan kebaikan bagi orang lain.
Iman dan kebajikan merupakan dua mata rantai yang saling berkaitan
keduanya saling melengkapi dan meneguhkan kualitasnya. Maka kebajikan itu bukanlah berarti
mengurangi karena di berikan kepada orang lain, bahkan kebajikan itu
menambahkan dan melengkapi apa yang di peroleh.
Seorang hamba yang banyak berbuat kebajikan maka tentramlah hatinya,
karena kebanyakan orang lain disekitarnya merasa rido akan keberadaan dirinya,
hingga manakala ia tengah di lamun oleh duka cita, ia adalah orang yang tidak
di biarkan sendiri oleh orang-orang di sekitarnya. Maka kebajikannya yang di lakukan bagi orang
lain dengan ikhlas, menambahkan kebaikan yang ada dan mengurangi kelemahan yang
ada pada dirinya.
Demikianlah
tuntunan nilai-nilai qurani yang menjadi cahaya hati dan obat bagi
penyakitnya. Ujian baik berupa
kelapangan maupun kesempitan adalah keniscayaan, melalui ujian setiap diri
dibawa pada mengenali sifat kehidupan dan menjadi awal bagi perbaikan diri.
Membedakan antara seseorang yang bertakwa atau yang enggan mengikuti petunjuk.
Wanita
dengan segala sifat halusnya, tetaplah mengemban tugas yang menjadi awal mula
tegaknya agama, wanita ketika menjadi seorang ibu, adalah madrasah kehidupan
yang pertama bagi anak-anaknya, maka menjadi wajiblah bagi seorang wanita untuk
menjaga kemuliaannya dan senantiasa memperbaiki dirinya. Alquran dan sunnah, merupakan cahaya dan
perlindungan bagi wanita, cahaya hati dan perlindungan bagi kehormatannya dan
kehalusan sifatnya. Meninggalkan kedua tuntunan tersebut, berarti melepaskan
perlindungan bagi kemuliannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar