Kamis, 22 Januari 2015

Hijab and the city


Semua gaya berpakaian muslimah, ada di Indonesia. Seolah mewakili tafsir-tafsir mereka pada bagaimana seharusnya seorang muslimah berpakaian. Tidak di pungkiri, dibalik pakaian tersebut ada banyak motifasi yang menandai semua model berpakaian yang populer mereka namakan hijab.
Tidak hanya dalam keseharian, hijab membungkus lenggak-lenggok para muslimah dari mulai gadis desa sampai model kosmopolitan. hijab di parodikan pula melalui media dari mulai sekedar majalah berbagai model berhijab, sinetron sampai perfilman. Bahkan urusan hijab ini, sempat pula memantik perdebatan saat para polwan ingin berhijab, yang konon memerlukan biaya yang tidak sedikit.

Jilboobs yang bikin kontroversi, sejenis pakaian yang menutup seluruh tubuh perempuan tapi terlihat "Aduhai" ikut bikin pusing, saat urusan model hijab yang sekali pakai disinyalir bikin apes isi dompet gara-gara model sampai pernak-perniknya yang super ribed belum juga selesai.
Konon, di berbagai media masa di isyukan, busana muslim indonesia akan menjadi kiblat pakaian dunia, dan mimpi ini di mulai dengan 12 Desainer Busana Muslim Indonesia Sukses Dalam Internasional Fair of the Muslim World di Paris, dengan opening show oleh Dian Pelangi (salah satu desainer indonesia) aganya keragaman etink dari mulai batik sampai sulaman dengan teknik handmade yang rumit sangat menginspirasi ditengah model busana dunia modern.

Hitam putih pakaian muslimah, menjadi kekayaan jaman dalam realita sosial ummat islam yang tidak diperoleh pada perkembangan budaya dan peradaban agama lain. Menarik dan penuh drama. Mengapa saya bilang "Drama" karena pakaian muslimah yang populer di sebut hijab ini, ikut juga memberikan stigma pada pemakainya, tuntutan sosial bahwa perempuan yang berhijab adalah model perempuan yang berakhlakul karimah turut memantik emosi setiap perempuan saat mereka bergaul dalam lingkungan sosialnya, bahkan cara dan model berpakaian ikut pula memilah-milah mereka, dalam urusan perbedaan aliran, harokah sampai tingkat penguasaan ilmu keagamaan mereka. bahkan sayapun dengan cara berpakaian saya, turut pula harus menghadapi stigma tersebut, yang mempengaruhi seseorang saat menyimak pernyataan saya. Seorang profesor yg seharusnya memilki kemampuan berfikir objektif, langsung mencap saya "fundamentalis" hanya karena jilbab lebar saya di tengah diskusi kami. Memang Tidak bisa dipungkiri pakaian, adalah bahasa fisual yang mempengaruhi penilaian pertama seseorang dan menjadi pengetahuan dasar mereka saat memulai komunikasi. Manusia memang makhluk fisual yang terkadang mudah dipermainkan oleh "Kemasan."

Penting untuk menjadi dasar menilai pakaian, khususnya pakaian muslimah. bahwa adanya perbedaan tafsir bagaimana seorang muslimah itu berpakaian. namun Alquran memberikan garis akhir bahwa pakaian seorang muslim haruslah mencerminkan ketakwaan. Mengapa ketakwaan, karena takwa berasal dari hati dan hati merupakan alat penilaian yang paling akurat dalam membedakan mana pakain yang pantas di kenakan dan mana yang tidak, jika hati itu menjadikan nilai-nilai ketakwaan terhadap alquran dan sunnah sebagai landasannnya, tentu semampu yang ia mudah memahaminya. Jika berbagai model pakaian muslimah itu di jejerkan, hati seseorang pasti dapat menentukan model mana yang lebih menentramkan, mudah dan aman.
Pada akhirnya, pakaian para muslimah Indonesia akan mencerminkan tidak hanya keragaman tafsir, namun nilai-nilai pendidikan, budaya dan seni yang menjadi ciri khas kiblat pakaian dunia, dimana semua mata akan tertuju.